Sangat penting bagi warga Indonesia yang sebagian besar berada pada sektor pertanian untuk dapat menjaga produktivitas tanaman dengan merawat dan menghindarkan tanaman dari hama. Tentunya hal yang paling riskan adalah apabila tanaman telah terserang hama, maka secara otomatis tingkat produktivitas tanaman akan menurun bahkan tanaman akan mati.
Salah satu hama yang dapat menyebabkan kematian pada tanaman pertanian adalah hama kutu sisik. Hama kutu sisik ini dapat menyebabkan kematian karena dapat menyerap cairan nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman, sehingga dapat menyebabkan daun pada tanaman berwarna kuning hingga gugur.
Kutu sisik dalam menyerap cairan nutrisi tumbuhan adalah dengan menggunakan anggota tubuhnya yaitu stilet panjang kemudian akan ditusukkan pada jaringan tanaman (Syaripah, 2012). Berdasarkan hal tersebut tentu saja tanaman yang terserang hama kutu sisik ini akan mengalami kematian dalam beberapa waktu karena terdapat kerusakan pada bagian jaringannya.
Berdasarkan data yang diperoleh sendiri wabah hama kutu sisik banyak menyerang berbagai tanaman perkebunan di Indonesia salah satunya adalah perkebunan jeruk di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau (Syafitri, D.D., dkk, 2017).
Dampak yang diakibatkan seNdiri adalah produktivitas kebun jeruk mengalami penurunan, dan petani mengalami kerugian yang besar. Kebun jeruk ini merupakan contoh paling kecil dari wabah hama kutu sisik di dalam seKtor perkebunan Indonesia, dengan demikian maka kita tentu harus dapat mengatasi masalah ini dengan menggunakan ekstrak dari daun sirih sebagai insektisida alami.
Pada pemberantasan hama ini, penggunaan insektisida alami dari ekstrak dau sirih sangatlah membantu dan berperan baik dari pada menggunakan insektisida kimia. Hal tersebut disebabkan daun tanaman sirih mengandung senyawa Chavibethol (belet fenol) yaitu senyawa yang dapat menghambat fermentasi karbohidrat, protein, lipid, dan enzim pada kutu sisik yang akan dapat menyebabkan protein tidak bekerja sesuai fungsinya.
Kemudian menurut (Rooney, 1993 dalam Handayani 3013) juga dijelaskan bahwa dalam daun sirih juga terkandung senyawa alkaniod (Arecoline) yang dapat bersifat racun dan mempengaruhi saraf parasimpatik. Dampak-dampak yang ditimbulakan dari penggunaan insektisida alami dengan ekstrak daun sirih tersebut tentunya dapat mematikan kutu sisik pada tanaman secara bertahap. Sedangkan apabila menggunakan insektisida kimia pada tanaman maka akan dampak negatif bagi hasil panen, bagi ekosistem disekitar, dan masyarakat yang mengkonsumsi.
Penyemprotan insektisida kimia dapat menyebabkan hama tahan terhadap insektisida, munculnya hama sekunder, terbunuhnya musuh alami hama dan hewan bukan sasarannya. Hal demikian inilah yang mengakibatkan hama akan tetap tumbuh dan berkembang biak dengan baik meski telah diberi insektisida kimia, bahkan hasil panen akan menurun dan tumbuhan akan menjadi tidak sehat.
Kemudian bagi lingkungan, insektisida kimia dapat menyebabkan terjadinya pencemaran karena bahan kimia ini akan menjadi residu bagi tanaman dan lingkungan sehingga mikro fauna dalam tanah yang berguna akan ikut terbunuh juga. Selain itu, penggunaan insektisida kimia ini juga dapat menjadi racun bagi petani yang melakukan penyemprotan insektisida kimia pada tanaman (Wismaningsih, 2016).
Dilihat dari beberapa hasil dampak tersebut maka akan lebih baik jika para petani dapat memanfaatkan tanaman disekitar sebagai insektisida ampuh dengan menggunakan daun tanaman sirih.
Pembuatan insektisida dari daun sirih sendiri tidaklah susah dan dapat dilakukan oleh para petani secara individu karena petani hanya perlu menyiapkan alat dan bahan seperti; blander, baskom, penyaring, timbangan, takaran gelas, daun sirih hijau, dan air. Sedangkan untuk langkah pengbuatannya adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
2. Menimbang daun sirih hijau sebanyak 100 gram
3. Menghaluskan daun sirih hijau menggunakan blander dengan menambahkan air sebanyak 200 ml
4. Menyaring ekstraksi daun sirih hijau sebanyak 2 kali agar didapatkan ekstrak yang baik
Setelah semua proses telah dilakukan dan didapatkan hasil ekstrak daun sirih maka perlakuan selanjutnya adalah melakukan pengenceran dengan konsentrasi 50 %. Pada konsentrasi tersebut maka akan dilakukan pengenceran berupa (50 ml ekstrak daun sirih ditambah 50 ml air) atau dapat dengan menggunakan konsentrasi 75 % ( 75 ml ekstrask daun sirih dan 25 ml air) untuk mendapatkan hasil yang baik.
Selanjutnya adalah melakukan penyemprotan pada tanaman yang terserang hama kutu daun dengan menggunakan ekstrak daun sirih dengan konsentrasi 50 % atau 75% yang dicampur dengan 1 liter air pada jam 06.00 pagi sebanyak 3-4 kali semprot, 12.00 siang sebanyak 4-5 semprot, dan pukul 16.00 sore sebanyak 3-4 kali semprot.
Proses penyemprotan pada tanaman dilakukan mulai dari bagian ujung atas tanaman agar bagian yang terkena hama dapat terjangkau seluruhnya atau dapat disemprotkan pada bagian-bagian tanaman yang terkena hama saja. Penyemprotan pada tanaman yang terserang kutu daun ini harus dilakukan terus pada jam dan kadar semprot yang sama selama 10 hari.
Proses penyemprotan pada tanaman berhama serangga dilakukan pada jam 06.00 pagi, 12.00 siang, dan 16.00 sore karena untuk menghambat aktivitas yang akan dilakukan oleh kutu daun. Selain itu juga untuk mengurangi nafsu makan dari kutu daun yang mana akan terganggu dengan bau yang dihasilkan oleh daun sirih.