Upaya menghukum perusahaan yang diduga pembakar lahan yang mengakibatkan bencana asap pada akhir 2015, kembali kandas di Pengadilan Negeri Pekanbaru. Praperadilan dengan maksud mencabut penerbitan Surat Penghentian Penyidikan (SP3) oleh Kepolisian Daerah (Polda) Riau terhadap tiga perusahaan kembali dimentalkan hakim tunggal.
Sebelumnya, permohonan praperadilan dilayangkan aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau. Ini adalah gugatan ketiga, di mana salah satunya dicabut dengan alasan independensi hakim, dan sebelumnya juga ditolak hakim.
SP3 pembakar lahan yang digugat ini terhadap PT Riau Jaya Utama (RRJ), PT Perawang Sukses Perkasa Indonesia (PSPI) di Kabupaten Siak dan PT Rimba Lazuardi (RL) di Kabupaten Pelalawan. SP3 ini dikeluarkan Polda Riau menjelang pertengahan Mei 2016.
Dalam putusannya, hakim Fatimah membacakan pertimbangan hukumnya di ruang Kartika lantai 2 Pengadilan Negeri Pekanbaru, Senin 7 Agustus 2017, pukul 10.40 WIB. Dia kembali memenangkan Polda Riau yang diwakili pejabat bidang hukum.
“SP3 ini dikeluarkan sesuai dengan aturan dan prosedur, ini sesuai dengan KUHAP. Dengan ini praperadilan Walhi terhadap kasus perkara ditolak,” Fatimah menegaskan.
Sejumlah pengunjung tampak heran dan langsung bereaksi setelah mendengar putusan Fatimah. Pengunjung sidang yang sebagian besarnya aktivis Walhi menyatakan masyarakat Riau kecewa terhadap hal ini.
“Saya enggak bisa lagi berkata apa-apa. Hasil selama ini kita lakukan sirna sudah. Hasil pertimbangannya ngawur,” ucap Even Sembiring selaku Manajer Advokasi dan Kebijakan Walhi Nasional di Pekanbaru, Selasa (8/8/2017).
Menurut dia, putusan yang dibacakan hakim Fatimah tidak sesuai dengan proses penyidikan yang Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau. Dia menyebutkan, ada beberapa faktor yang mungkin tidak dilihat atau diperiksa oleh hakim.
“Hakim hanya mengikuti alur Polda Riau. Ini merasa janggal bagi pihak Walhi. Hakim selalu menyatakan ini sudah sesuai KUHAP,” kata Even dengan nada kesal.
Menurut Even, memang benar Polda Riau dalam penyidikannya mengeluarkan SP3. Hanya saja, Polda Riau tidak mengirimkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP), di mana hal ini tidak bisa dibuktikan di persidangan.
“Selanjutnya hakim juga tidak memeriksa keterangan alat bukti yang ada di Polda Riau. Contohnya, ada keterangan menyebutkan adanya kebakaran hutan dan lahan dan pencemaran di perusahaan PT RJU,” kata Even.
Padahal, imbuh dia, ada juga keterangan pihak PT PSPI menyebutkan akan bertanggung jawab tentang kebakaran hutan yang terjadi di lahannya dan tidak perlu dibuktikan kesalahannya lagi.
Meski gagal lagi, Walhi menyatakan tak akan mundur selangkah pun membela masyarakat yang selama ini telah menjadi korban bencana asap pada 2015. Paling tidak, imbuh Even, sama seperti yang dilakukan terhadap hakim Sorta Ria Neva. Ketika itu, tepatnya 22 November 2016, sang hakim menolak gugatan praperadilan SP3 perusahaan biang asap pada 2015.
“Kita akan laporkan kembali ke Mahkamah Agung. Ini masalah pelanggaran fundamental terhadap proses praperadilan,” Even Sembiring memungkasi.