Perum Jasa Tirta (PJT) II terus mengembangkan program perikanan tangkap berbasis budaya (Cultured Based Fisheries/CBF) di waduk atau situ-situ yang menjadi kelolaannya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat atau petani lokal untuk menggantikan sistem keramba jaring apung yang tidak ramah lingkungan.
“Kami ingin meningkatkan kesejahteraan petani lokal, namun dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Jadi ada hubungan timbal balik antara penduduk lokal dengan kelestarian lingkungan. Penduduk lokal sejahtera dan lingkungan terjamin. Ini dua hal yang ingin kami kombinasikan yang tidak terjadi dalam konsep keramba jaring apung. Karena selama ini petani lokal hanya menjadi buruh dari pemodal besar, sehingga tidak memiliki kepedulian akan lingkungan sekitar waduk,” ujar Dirut Perum Jasa Tirta II, Djoko Saputro di sela-sela penebaran 50.000 ekor bibit ikan bandeng di demplot atau genangan Curug, Dusun Parungkadali, Karanganyar, Karawang, Kamis (6/12).
Dalam penebaran bibit ikan bandeng tersebut Dirut PJT II Djoko Saputro didampingi Wakil Bupati Purwakarta H. Aming, dan Dandim 0619 Purwakarta Letkol Arh Yogi Nugroho, serta petani lokal dan tokoh masyarakat setempat.
Dikatakan, penebaran benih ikan tersebut merupakan awal dari rangkaian uji coba program CBF dengan melibatkan kelompok petani lokal. Disebutkan, sejak awal digulirkan tahun 2017 sampai akhir tahun 2018, PJT II telah secara rutin dan konsisten melakukan penebaran benih ikan dengan melibatkan kelompok petani lokal di sekitar waduk.
Menurut Djoko, dengan program CBF bisa menjadi satu solusi karena benih ikan bandeng yang kita tebar berdasarkan hasil penelitian dari KKP dapat memakan plankton dan sisa-sisa makanan ikan dalam jumlah besar, sehingga tingkat kejernihan air menjadi bagus. “Begitu juga benih ikan ditebar sudah bisa dipanen dalam waktu 3 – 4 bulan. Hasilnya bisa langsung dirasakan masyarakat untuk meningkatkan pendapatan masyarakat di sini,” ujar Djoko.
Disebutkan, keberhasilan program ini akan menjadi lapangan kerja alternatif para petani waduk tanpa harus menjadi pekerja di budidaya perikanan keramba jaring apung. Ini yang kita perkenalkan kepada masyarakat.
“Melalui program CBF ini, Perum Jasa Tirta II memberikan solusi untuk kelestarian lingkungan di sekitar Waduk Jatiluhur dan memberikan kesejahteraan terhadap petani lokal,” tambah Djoko.
Menurutnya, PJT II sebagai pengelola Waduk Jatiluhur bertanggungjawab untuk menjaga kualitas mutu air Waduk Jatiluhur menjadi lebih baik, karena 80% air baku warga Jakarta dipasok dari sini, serta menjaga hajat hidup petani lokal agar menjadi pelaku usaha.
“Nantinya petani lokal akan diberi kemampuan terkait bibit dan panduan teknis pelaksanaan CBF dari Kementerian Kelautan Perikanan sehingga para petani dapat memanfaatkan langsung hasil panen ikan tersebut,” ujar Djoko.
Ramah Lingkungan
Sementara itu, Kepala Pusat Perikanan BRSDM-KKP Toni Ruchimat mengatakan, keberadaan keramba jaring apung di Waduk Jatiluhur menyebabkan kualitas air menurun dan terjadi pendangkalan. Sehingga perlu diterapkan inovasi pengembangan perikanan waduk yang lebih ramah lingkungan yang dapat memberikan hasil optimal kepada masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan perikanan yang berkelanjutan.
“Implementasi program CBF di Waduk Jatiluhur diharapkan mampu memulihkan dan memperbaiki habitat perairan waduk dan pada ujungnya tentu meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya dalam perubahan ekonomi, menciptakan kemandirian, peningkatan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan,” ujar Toni.
Ke depannya, keberlanjutan dan keberhasilan program perikanan tangkap berbasis budidaya membutuhkan keterlibatan masyarakat dan berbagai pihak dalam pengelolaan sumberdaya ikan di perairan Waduk Jatiluhur.
Tercapainya keberhasilan program CBF di Waduk Jatiluhur dapat menjadi pilot project bagi waduk lain di Indonesia untuk menerapkan perikanan tangkap yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.