Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Direktorat Jenderal Perkebunan (Dirjenbun) Kementerian Pertanian, Dedi Junaidi mengatakan kalau saat ini Riau menjadi target perbaikan tata kelola kelapa sawit.
Bersama-sama dengan Kalimantan Barat (Kalbar), Sumatera Utara (Sumut), Riau juga menjadi daerah pengembangan kelapa sawit berkelanjutan.
Menurut Dedi, Forum Kelapa Sawit Berkelanjutan sudah dibentuk di Riau. Sedangkan di Kabupaten Pelalawan, Riau, dijadikan sebagai pilot project.
Kebetulan tahun lalu ada sekitar 319 orang petani kelapa sawit swadaya di Pelalawan yang sudah dapat sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
“Mereka tergabung dalam Asosiasi Amanah. Ini yang pertama di Indonesia,” cerita Dedi kepada GATRA usai menjadi pembicara pada Pertemuan Sosialisasi Program Peremajaan Kelapa Sawit Pekebun Tingkat Provinsi Riau di Pekanbaru Selasa, 2107 lalu.
Acara sosialisasi ini berlangsung Rabu (31/7) hingga Kamis (01/8), dihelat Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Riau.
Tak kurang dari 70 orang perwakilan dinas kabupaten/kota, pekebunan, asosiasi hingga perbankan hadir di sana.
Terkait usaha untuk bisa menjadi daerah yang punya tata kelola kelapa sawit yang baik kata Sekretaris Komisi ISPO ini, kelembagaan kebun kelapa sawit swadaya juga musti diperkuat.
“Jangan sendiri-sendiri lagi, minimal kalau enggak bisa membentuk koperasi, kelompok tani pun jadi,” katanya.
Lalu benih yang dipakai oleh pekebun swadaya juga musti benih unggul bersertifikat.
Sebab selama ini kata Dedi, banyak pekebun swadaya memakai benih asal-asalan.
Terus aspek legalitas juga akan segera dibenahi.
Mana saja kebun swadaya yang masuk dalam kawasan, kecuali kawasan hutan lindung, Taman Nasional dan Suaka Marga Satwa akan dilepaskan.
“Kalau legalitas tidak jelas, enggak akan pernah dapat sertifikat ISPO,” ujarnya.
Terakhir yang paling penting, pekebun juga sudah harus bermitra dengan Pabrik Kelapa Sawit (PKS). Biar pekebun tidak lagi menjual Tandan Buah Segar (TBS) sembarangan.
“Dari awal mula munculnya perkebunan kelapa sawit, sebenarnya pola kemitraan ini sudah dilakukan, ini yang harus kita perkuat kembali,” katanya.
Atas usaha pemerintah itu, para petani mengaku senang atas apa yang bakal dilakukan terkait perkebunan kelapa sawitnya.
Joni Sigiro misalnya. Pekebun swadaya asal Desa Talang Tujuh Buah Tangga Kabupaten Indragiri Hulu ini berharap kebun kelapa sawitnya yang masuk dalam kawasan Hutan Produksi Tetap (HP), segera dilepaskan.
“Kalau sudah dilepas, kami sudah tenang. Tidak lagi resah oleh PKS yang tak mau menerima TBS dari kawasan hutan,” katanya.
Ia juga berharap sebisa mungkin para petani juga diberi kesempatan untuk mendapatkan program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).
“Sebab di sini, kami para pekebun swadaya ada lebih dari 300 kepala keluarga,” kata Joni.
Khusus soal legalitas kebun kelapa sawit ini, pemerintah nampaknya akan ekstra kerja keras. Sebab dari 1,8 juta hektar kebun kelapa sawit swadaya, 56 persennya berada dalam kawasan.
Ini belum termasuk kebun kelapa sawit plasma yang tersebar di 8 kabupaten kota yang ada di Riau. Di Kabupaten Kampar misalnya, 278 hektar lahan milik KUD Mekar Sejahtera justru berada dalam Kawasan Hutan Produksi yang bisa dikonversi.
“Ini justru ketahuan setelah dana peremajaan yang dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) cair,” kata Kepala Seksi Budidaya Tanaman Perkebunan Kabupaten Kampar, Tamrin.