Pemerintah punya program restorasi gambut. Kerja di bawah koordinasi Badan Restorasi Gambut (BRG) itu meliputi seluruh lahan gambut di Indonesia, terutama di Riau dan Kalimantan Selatan (Kalsel).
Dikabarkan Riau Online (14/7/2017), total lahan gambut di Riau yang bakal direstorasi mencapai 2.620.897 hektare. Adapun laman Riau Pos menegaskan bahwa Riau memiliki lahan gambut terluas di Indonesia, 4,8 juta hektare atau sekitar 51 persen dari total luas lahan di Riau.
Namun Antara (h/t Bisnis) menyebutkan, luas 2 juta hektare itu termasuk dalam area total gambut yang akan direformasi bersama enam provinsi lain; Kalsel, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Papua.
Nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) antara Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman, dan Kepala BRG, Nazir Foead, pada Jumat (14/7) silam menegaskan bahwa lahan gambut yang segera direstorasi seluas 867.887 hektare.
“Riau adalah provinsi kedua yang menyepakati KHG ini. Selanjutnya bagaimana implementasi di lapangan, komitmen kita dalam memperbaiki kawasan gambut,” kata Nazir dikutip Riau Terkini.
KHG yang dimaksud dalam Mou adalah Kawasan Hidrologis Gambut. Isinya mengatur koordinasi dan perencanaan, pemetaan KHG, dan konstruksi infrastruktur pembasahan gambut. Ada pula penataan ulang dan edukasi, supervisi, penelitian dan pengembangan.
Restorasi yang dilakukan meliputi pembuatan sumur bor. Sejauh ini Rimbo Panjang ditentukan sebagai daerah prioritas karena dekat bandara, tetapi BRG juga akan membuatnya di Pulau Padang dan Bengkalis.
Nazir mengatakan bahwa restorasi gambut di Riau menjadi percontohan dunia. Maklum, sebagian besar lahan gambut di Riau rusak akibat kebakaran hutan yang rutin datang selama bertahun-tahun.
Bahkan Juni lalu, demikian dilaporkan Harian Riau, sekitar 1 hektare lahan gambut di Desa Pandau Jaya, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, sempat mengalami kebakaran dan berhasil dipadamkan. Kebakaran juga melanda gambut di kawasan Rokan Hilir (30/6).
“Jenis lahan yang terbakar itu kawasan gambut ditumbuhi semak ilalang,” ujar Kombes Pol. Guntur Aryo Tejo, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Riau, yang dipetik Republika (22/6).
Menurut Nazir, restorasi gambut di Riau dikagumi sejumlah negara anggota PBB yang melihat langsung praktik dan hasilnya. “Mereka kagum karena mampu menerjemahkan dengan baik upaya restorasi gambut ini. Merupakan percontohan bagi berbagai negara di dunia. Ini sangat kami apresiasi,” katanya.
Persoalannya, restorasi gambut di Riau tidak sepenuhnya mulus karena ada keluhan dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Riau. Keluhan muncul berkaitan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 17 tahun 2017 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri.
Peraturan itu adalah salah satu aturan operasional PP Nomor 57/2016 tentang perubahan atas PP nomor 71/2014 tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut. Itu sebabnya Apindo meminta restorasi gambut dikaji ulang.
Restorasi gambut dan peraturan menteri diklaim bisa menghambat pertumbuhan industri kehutanan Indonesia. “…bisa menyebabkan terjadinya PHK besar-besaran, yang bisa mengakibatkan masalah sosial dan mempengaruhi stabilitas dan kondusivitas daerah,” ujar Nursal Tanjung, Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Riau, dalam Merdeka.
SPSI bergabung dengan Forum Perjuangan Ekonomi dan Sosial Gambut Riau (FPESGR) yang dibuat Apindo. Di dalamnya terdapat pula Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo).
Sekretaris Apindo Riau, Elwan Jumandri, dalam keterangan pers pada 13 Juli lalu mengatakan bahwa Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman meniru langkah Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) untuk urusan yang sama.
Gubernur Kalbar, Cornelis, diberitakan Mongabay (20/5), telah mengirim surat kepada Presiden Joko “Jokowi” Widodo untuk meminta arahan karena dua aturan baru Menteri LKH telah membuat resah 43 perusahaan di sana.
“Surat itu hanya meminta arahan lebih lanjut Presiden. Ada pertentangan aturan yang sempat menimbulkan reaksi,” ujar Kepala Dinas Kehutanan Kalbar, Marius Marcellus.
Jadi dari kacamata Elwan dan kalangan pengusaha, pemerintah Kalbar dianggap lebih kooperatif untuk menyeimbangkan kepentingan pemerintah dan pengusaha. Pemerintah daerah merasa perlu meminta penjelasan dari pusat soal aturan izin lahan pengganti (land swap) termaksud.
Sejauh ini, menurut Elwan, Gubernur Riau secara lisan akan meniru langkah koleganya di Kalbar. Untuk sementara ini, restorasi gambut di Riau memang belum mulus.
September 2016, misalnya, inspeksi tim BRG ke Pulau Padang (Meranti) melahirkan insiden laku tak kooperatif. Tim BRG diadang perwakilan perusahaan yang mengelola lahan kunjungan, namun perusahaan langsung membantah hal itu.
Adapun restorasi gambut di Kalimantan hingga saat ini cukup kondusif dibanding di Riau. Di Kalsel, misalnya, Tim Restorasi Gambut membuka peluang pendonor untuk membantu program pembuatan 100 sumur bor sepanjang 2017.
Ketua Tim Restorasi Gambut, Saut Nathan Samosir, Selasa (18/7), mengatakan bahwa semua sumur bor dan pompa air dikelola masyarakat setempat. Bahkan timnya juga membentuk masyarakat peduli api (baca: kebakaran).
“…masyarakat peduli api yang mempergunakan sumur bor untuk kepentingan masyarakat seperti untuk bertani, berkebun hingga untuk pembasahan saat musim kemarau yang berpotensi terjadinya kebakaran lahan,” katanya.